NEGARA Pajajaran yang diperintah oleh Pangeran Banyakwide sangat subur dan aman sejahtera. Baginda mempunyai seorang putera laki-laki yang sedang beranjak remaja, bernama Raden Layung Batik Panganginan Munding Larik Cemeng Jaya. Pada suatu hari baginda memanggil puteranda ke hadapan sidang lengkap kerajaan. Baginda menyerahkan sebuah gambar kepada puteranda, seraya sabdanya:
"Kami wariskan kepada ananda, gambar nusa tiga puluh tiga, bengawan enam puluh lima, senjata sejuta malang. Engkau sudah berangkat dewasa, karena itu jangan terus berkumpul dengan orangtuamu saja. Berangkatlah mengembara, carilah Negara yang keadaannya bersesuaian dengan gambar ini. Kalau kau temukan Negara itu, di situlah ananda akan menemukan kebesaran dan kebahagiaan."
Sang permaisuri menangis. Tapi dengan menabahkan hati, diberikannya sebuah duhung bernama Si Gagak Karancang. "Inilah untuk bekalmu di jalan," katanya. "Tapi kalau nanti dalam perjalanan duhung ini jatuh atau hilang, janganlah kaucari. Sebab ia akan kembali juga kepadamu."
Untuk menemaninya dalam perjalanan, baginda menitahkan seorang patih, yaitu Patih Sungging Kalang Somantri untuk pergi bersama puteranda. Mereka berangkat mencari negeri yang sesuai dengan gambar warisan.
Telah berbagai negeri mereka kunjungi, tapi tak satu pun yang sesuai dengan gambar yang diwariskan ayahnya. Bahkan kemudian mereka pun mencarinya ke tanah sebrang, naik perahu, namun tak juga ada yang cocok.
Maka tersebutlah sebuah negeri lain yang disebut Negara Dayeuh Manggung Masanggrahan. Adapun rajanya bernama Prabu Dalem Panggung Karaton Aria Mangkunagara. Patihnya bernama Raden Patih Kaling Somantri Sungging. Baginda mempunyai seorang adik wanita yang sangat cantik sekali, bernama Bungsu Rarang Purba Ratna Aci Kembang. Kecantikan Bungsu Rarang sangat termashur dan ia sudah berangkat remaja, sehingga datang raja-raja dari dua puluh lima Negara melamarnya. Tapi kedua puluh lima raja itu tak seorang pun yang mendapat muka dari sang puteri. Waktu Baginda Panggung Karaton mendengar hal itu, baginda berkata dalam hati:
"Adikku sudah dewasa, tapi belum juga mendapatkan jodohnya. Padahal sudah datang dua puluh lima raja, tapi semuanya mundur kembali. Tidakkah penolakan itu akan menimbulkan kemarahan kedua puluh lima orang raja itu?"
Baginda amat bingung. Lalu menyuruh Si Lengser memanggil Agan Bungsu Rarang.
Waktu adiknya sudah datang menghadap, baginda pun segera mengemukakan keheranannya dan meminta keterangan dari adiknya.
Sahut Bungsu Rarang: "Hamba meminta maaf kepada kakanda. Bukan hamba menolak para raja itu, melainkan hamba teringat akan pesan ibunda dari Kahiangan ketika hamba mau turun ke dunia. Menurut pesan ibunda kalau ada laki-laki yang menaruh hati, janganlah dilihat rupa, kedudukan ataupun harta kekayaan. Tapi harus yang dapat menafsirkan seloka yang bunyinya demikian:
Teras kangkung galih betung
Bekas angsa pada batu
Bekas bebek dalam lubuk
Sisir serit tanduk kucing
Sisir besar tanduk kuda
Tulis langit gurat mega
Panjangnya seputar jagat
Kalau ada orang yang dapat menguraikannya dengan tepat, jangankan raja ataupun bangsawan lain, kendatipun tukang menyabit rumput mesti hamba terima sebagai suami. Kedua puluh lima raja dari dua puluh lima Negara itu tak seorang pun yang dapat menerangkannya."
"Kalau demikian," sahut baginda dengan lega, "lebih baik kita selenggarakan sayembara. Barang siapa yang dapat menerangkan seloka itu, dialah yang akan menjadi suamimu."
Maka baginda pun segera mengumpulkan segala Negara agar mengumumkan sayembara untuk mempersuntingkan Adinda Bungsu Rarang.
Raden Patih Gajah Manggala, raja di Negara Kuta Genggelang, mempunyai seorang adik wanita yang sangat cantik bernama Agan Sekar Kedaton. Baginda mempunyai panglima Jonggrang Kalapitung yang bertempat di Gua Jotang. Baginda pun mendengar tentang kecantikan Puteri Bungsu dan bermaksud akan melamarnya. Niat itu dihalang-halangi oleh adiknya, Sekar Kedaton, tapi tak digubrisnya. Baginda berangkat dengan mengiringkan barang-barang bawaan yang sangat banyak.
Tapi ketika Puteri Bungsu Rarang mengemukakan seloka tersebut, Raden Gajah Mangala terdiam. Ia tak mampu menerangkan seloka itu. Maka dengan malu ia pun pulang, sedangkan segala barang antaran ditinggalkannya.
Juga di Negara Jampang Kulon, Raden Pati Sabda Laksana yang mempunyai saudara wanita bernama Agan Sekar Kancana, mendengar tentang kecantikan puteri Bungsu Rarang dan hendak melamarnya. Maka berangkatlah ia dengan mengiringkan barang-barang lamaran. Tapi ketika sampai di Dayeuh Manggung, ia tak dapat menjawab pertanyaan Bungsu Rarang yang berupa seloka itu. Maka ia pun pulang. Barang-barang bawaan semua ditinggalkannya.
Tersebut pula Negara Kuta Pasagi yang dirajai oleh Tumenggung Ganda Rurugan. Baginda mempunyai seorang saudara wanita bernama Agan Aci Laras. Baginda pun bermaksud akan melamar Agan Bungsu Rarang di Dayeuh Manggung. Tapi baginda juga tak dapat memberikan uraian yang tepat mengenai seloka yang dikemukakan oleh Agan Bungsu Rarang. Baginda pulang sambil meninggalkan segala barang bawaannya.
Maka ada pula Negara Kuta Besi. Rajanya Demang Pati Rangga Rawing. Baginda punya adik perempuan, Agan Sekar Wangi. Baginda pun bermaksud hendak melamar Bungsu Rarang Purba Aci Kembang. Meskipun adiknya mencoba mencegahnya, tapi baginda memaksa juga. Dan ternyata baginda tak mampu menafsirkan seloka yang dikemukakan oleh Bungsu Rarang. Baginda pulang dengan rasa malu. Barang-barang ditinggalkan.
Maka tersebut pula Raden Layung Batik Panganginan, putera Pajajaran yang sudah sampai di tanah seberang akan menyesuaikan Negara yang ditemuinya dengan gambar yang dibawanya. Sudah semua Negara dibandingkan, tapi belum juga bersua yang dicari. Dia bertanya kepada Patih Sungging Kalang Somantri yang menerimanya: "Barangkali masih ada Negara di Pulau Jawa yang belum kita kunjungi?"
Patih Kalang Somantri berpikir, merenung. Akhirnya berkata: "Ya, Negara Dayeuh Manggung Masanggrahan belum kita kunjungi." Ke sana. Maka mereka bersiap-siap menyeberang lautan.
Raden Layung Batik Panganginan mengajak kembali dengan menaiki perahu. Waktu sudah naik ke atas perahu, sebelum mulai mendayung, Raden Layung meraba pinggangnya dan terkejut karena senjata wasiat dari ibunda tidak ada lagi. Hilang! Tapi akhirnya Raden teringat akan amanat ibunda sebelum berangkat: Kalau duhung itu hilang janganlah dicari, karena ia pasti kembali!
Ketika mereka sudah sampai di perbatasan Negara Dayeuh Manggung, Raden Layung berhenti, lalu membandingkan peta wasiat ayahanda dengan negara yang dihadapinya. "Wah, agaknya memang inilah kerajaan yang kita cari selama ini!" katanya kepada Patih Sungging.
Maka keduanya masuk menuju pusat kota, akan menemui baginda raja Dayeuh Manggung.
Malam itu Puteri Bungsu bermimpi kejatuhan bintang berangkai-rangkai, memangku bulan dan dilempari matahari. Sang puteri merenung: “Apa gerangan maknanya?”
Keesokan harinya sang puteri segera menghadap kepada Kakanda Panggung Karaton. Bungsu Rarang menceritakan mimpinya, ingin tahu ta'birnya. Panggung Karaton tak dapat menafsirkan mimpi. Namun puteri Bungsu Rarang bersikeras ingin mengetahui makna mimpi itu. Akhirnya baginda menitahkan Si Lengser untuk mencari makna impian itu, bersama-sama dengan Patih Kaling Somantri Sungging.
Dari kejauhan Si Lengser dan Patih melihat cahaya yang benderang. Dan mereka pun bertemu dengan sumber cahaya itu: Raden Layung Batik Panganginan, yang ditemani oleh Patih Sungging Kalang Somantri. Ternyata kedua patih itu masih bersaudara, maka keduanya segera berpelukan. Si Lengser segera mempersilakan Raden Layung menunggu, sementara ia hendak memberitahukan kedatangan mereka kepada baginda Prabu Panggung Karaton.
Setelah menghadap ke depan baginda, dan menerangkan hal dirinya dengan lengkap, Raden Layung segera melamar puteri Bungsu Rarang yang kabar tentang kecantikannya sudah disampaikan oleh Si Lengser. Ketika oleh puteri Bungsu Rarang dihadapkan seloka dari Kahiangan itu, maka dengan mudah Raden Layung menerangkan.
"Itu adalah ilmu nenekanda Prabu Ratu Galuh," katanya mulai menerangkan. "Ilmu jalan keselamatan, yaitu ilmu kekosongan yang sejati. Barangsiapa mempunyai ilmu itu, maka ia akan selalu selamat-sebab itu adalah ilmu kesempurnaan yang sejati. Teras kangkung galih betung adalah kekosongan yang sejati. Bekas angsa pada batu adalah kepurbaan yang sejati. Bekas bebek dalam lubuk adalah hidup yang sejati. Sisir serit tanduk kucing adalah tingkah laku kita yang mulia. Sisir besar tanduk kuda adalah tatakrama hidup. Tulis langit gurat mega, panjangnya seputar jagat, adalah melambangkan kasih sayang, cinta suci yang abadi."
"Betul rayi," sahut Prabu Panggung Karaton. `Agaknya rayi memang jodoh Bungsu Rarang Purba Aci Kembang."
Tak lama kemudian, pernikahan antara keduanya pun dilangsungkan dengan meriah. Pesta Negara diselenggarakan lamanya tujuh hari tujuh malam.
Baginda Panggung Karaton menyerahkan takhta kepada Raden Layung Batik Panganginan yang diangkat menjadi Raja Anom Pangeran Surya Kancana Rat Sajagat.
Pesta Negara di Dayeuh Manggung terdengar sampai ke Negara Kuta Besi. Demang Pati Rangga Rawing bertanya kepada adiknya, Sekar Wangi, mengenai suara-suara pesta yang didengarnya itu. Tatkala diketahuinya bahwa pesta itu pesta pernikahan Agan Bungsu Rarang, maka ia berangkat hendak mengamuk di Negara Dayeuh Manggung. Pati Rangga Rawing menjelma menjadi seekor burung perkutut, lalu turun ke pangkuan Puteri Bungsu Rarang. Puteri Bungsu Rarang menyukainya dan bertanya kepada Kakanda Panggung Karaton, burung siapakah itu gerangan. Tetapi kakaknya sangat waspada. Baginda tahu bahwa burung itu palsu. Tapi waktu akan ditangkapnya, burung itu menghilang. Rangga Rawing menjelma menjadi seekor kucing berbulu tiga warna, lalu mendekati Puteri Bungsu Rarang. Prabu Panggung Karaton sangat waspada, kucing itu hendak ditangkapnya tapi dapat meloloskan diri. Akhirnya Rangga Rawing membacakan sirep penidurkan orang. Seluruh Negara Dayeuh Manggung tertidur, kecuali Prabu Panggung Karaton. Maka la membaringkan dirinya di kaputren, mengintip kedatangan pencuri.
Tatkala pencuri datang, Prabu Panggung Karaton membuat mata pencuri itu kabur, dan mengira sebungkah kayu adalah Puteri Bungsu Rarang. Waktu tiba di negerinya, Pati Rangga Rawing baru tahu bahwa yang dibawanya bukan Puteri Bungsu Rarang. Maka ia kembali lagi ke Dayeuh Manggung. Dan di situ berkali-kali lagi ia dipermainkan oleh Panggung Karaton. Akhirnya Prabu Panggung Karaton lah yang dilarikannya. Dikiranya Puteri Bungsu Rarang yang dibawanya. Waktu sudah tiba di Negara Kuta Besi, Panggung Karaton yang menjelma jadi Puteri Bungsu Rarang membaca mantra sirepnya. Seluruh negeri Kuta Besi Tertidur. Maka Prabu Panggung Karaton leluasa menimbun barang-barang berharga, termasuk Agan Sekar Wangi, lalu dibawanya pulang.
Waktu tahu negaranya kecurian, Rangga Rawing segera berangkat mengejar ke Dayeuh Manggung. Tapi menghadapi Patih Sungging Kalang Somantri, Rangga Rawing tak kuat. Ia kalah. Akhirnya takluk menyerahkan diri. Lalu diangkat menjadi ponggawa.
Maka tersebut pula Negara Kuta Pasagi. Tumenggung Ganda Rurungan, mendengar pesta di Negara Dayeuh Manggung. Ia segera berangkat hendak mengamuk. Tetapi berakhir dengan kekalahan. Bahkan adiknya, Agan Aci Laras, dipersembahkan kepada Prabu Panggung Karaton. Ia sendiri mengabdi kepada baginda.
Hal yang sama dialami pula oleh Raja Sabda Laksana di Negara Jampang Kulon. Akhirnya ia takluk dan menyerahkan diri beserta adiknya, Agan Sekar Kancana.
Yang terakhir, tersebutlah Negara Kuta Genggelang. Baginda Raden Patih Gajah Manggala mendengar pula suara pesta Negara di Dayeuh Manggung lalu menyuruh Jonggrang Kalapitung mencuri Puteri Bungsu Rarang.
Jonggrang Kalapitung terbang dan akhirnya berhasil mencuri puteri Bungsu Rarang dari keraton Dayeuh Manggung. Tapi waktu ia sudah berhasil mencuri sang puteri, timbul pikiran lain pada Jonggrang Kalapitung: “Aku yang mencuri puteri ini, aku pula yang menantang bahaya. Mengapa harus diserahkan kepada orang lain?” pikirnya. Maka puteri itu bukannya dia bawa ke keraton Kuta Genggelang, melainkan dibawanya ke Gua Jotang, tempat tinggalnya.
Puteri Bungsu Rarang berteriak-teriak sambil menangis dibawa ke dalam gua yang gelap gelita oleh Jonggrang Kalapitung. Karena itu Jonggrang Kalapitung menghisapnya sampai meninggal.
Maka tersebutlah di Negara Dayeuh Manggung. Ketika keesokan harinya diketahui hal hilangnya Puteri Bungsu Rarang, maka Negara pun gempar. Para ponggawa dan patih dititahkan mencarinya. Akhirnya Lengser mengetahui bahwa si pencuri mempergunakan jalan angkasa. Prabu Panggung Karaton segera tahu bahwa yang mencurinya pasti Jonggrang Kalapitung. Maka dititahkannya Patih Sungging Kalang Somantri pergi dengan menyamar ke Negara Kuta Genggelang. Tapi samarannya segera diketahui oleh Gajah Manggala, sehingga ia dimasukkan ke dalam penjara besi. Karena putus asa, patih menumbukkan kepalanya ke tembok penjara lalu pingsan.
Prabu Panggung Karaton menitahkan pula Patih Kalang Somantri Sungging untuk menyusul kakaknya Patih Sungging Kalang Somantri. Tapi pun segera ketahuan dan tertipu oleh Gajah Manggala, sehingga masuk penjara besi dan terkunci di dalamnya. Ia pun menumbukkan kepalanya ke dinding penjara hingga pingsan.
Sementara itu, Prabu Panggung Karaton bermimpi punya dua ekor ayam jago yang terkurung dalam kurungan besi orang lain. Hatinya tidak enak dan teringat akan kedua orang patih yang dikirimkannya ke Negara Genggelang. Maka kepada adiknya, Prabu Surya Kancana, Prabu Panggung Karaton meminta diri akan pergi menyusulnya. Sebelum pergi, baginda minta dibekali sepasang pakaian wanita dan dua pasang pakaian laki-laki.
Seperti juga kedua orang patihnya Prabu Panggung Karaton datang ke Negara Kuta Genggelang dengan menyamar sebagai orang yang mencari pekerjaan. Ia pun diperlakukan sama oleh Gajah Manggala. Dikatakannya bahwa pekerjaannya adalah dalam penjara besi. Tatkala sudah berada di dalam, segera dikuncinya penjara itu!
Prabu Panggung Karaton menemukan kedua patihnya, yang pingsan, lalu segera disadarkannya kembali. Lalu penjara dihancurkannya. Dan Gajah Manggala ditantangnya berkelahi. Setelah lama bertempur dan mengeluarkan kesaktian masing-masing, akhirnya Gajah Manggala dapat ditaklukkan. Sekar Malela pun mengabdikan diri. Sesudah ditanyai tentang Puteri Bungsu Rarang, Gajah Manggala baru teringat akan Jonggrang Kalapitung yang dulu dititahkannya mencuri.
Gajah Manggala pergi ke Gua Jotang. Diketuknya pintu gua lalu ditanyakannya Puteri Bungsu Rarang kepada Jonggrang Kalapitung. Tapi Jonggrang hanya memberikan mayatnya saja. Mayat Puteri Bungsu Rarang itu segera dipersembahkan kepada Prabu Panggung Karaton. Puteri Bungsu Rarang dihidupkan kembali, dan karena Gajah Manggala beserta saudaranya sudah takluk dan mau mengabdi, maka semuanya dibawa ke Negara Dayeuh Manggung Masanggrahan.
Adapun Jonggrang Kalapitung setelah menyerahkan mayat Puteri Bungsu Rarang kepada Gajah Manggala, segera menutup diri dalam guanya. Namun rasa penasarannya tak hilang: ia telah mencuri puteri yang cantik jelita tapi keinginannya tak terlaksana. Maka ia pun bertapa dalam sebuah batang kayu ingin memperoleh Puteri Bungsu Rarang Purba Aci Kembang.
Maka tersebutlah Puteri Bungsu Rarang yang sudah hidup bahagia lagi dengan suaminya, pada suatu malam bermimpi memangku bulan dan mendapat dua ekor burung kembar. Ketika mimpi itu ditanyakan ta'birnya kepada kakaknya, ia mendapat jawaban: “Agaknya adinda akan mendapat titipan berupa bayi kembar dari yang Maha Kuasa.” Maka mereka pun sangatlah bahagianya.
Jonggrang Kalapitung setelah bertapa beberapa lamanya, akhirnya memutuskan akan mencuri kembali Puteri Bungsu Rarang. Maka terbanglah ia menuju Negara Dayeuh Manggung. Pada waktu itu, Puteri Bungsu Rarang sudah mengandung sembilan bulan. Tinggal menanti waktu kelahirannya saja. Pada suatu hari, sang puteri hendak pergi ke jamban larangan, ia pun dicuri oleh Jonggrang Kalapitung dan dibawanya lari ke angkasa.
Di langit, perutnya mendadak terasa sakit hendak melahirkan. Maka dibujuknya Jonggrang Kalapitung agar turun dahulu, sebab ia mau melahirkan. Jonggrang menurut.
Maka mereka pun turun di hutan manjah. Ibunda di Kahiangan mengirimkan bidadari akan menolongnya melahirkan. Puteranya dua laki-laki, kembar. Ketika melihat kedua bayi itu, timbul rasa takut dalam hati Jonggrang Kalapitung, lalu ia pun bersembunyi. Lalu dijelmakannya dirinya menjadi ular wulung. Ular itu menjalar mendekati ibu yang baru melahirkan beserta kedua orang puteranya itu, lalu Putri Bungsu Rarang ditelannya. Tetapi oleh kedua bayi itu sang ular masih tetap takut. Maka kembali ia bersembunyi.
Tersebutlah Prabu Panggung Karaton, setelah mendapat laporan bahwa adiknya dicuri, dibawa terbang, maka ia segera menyusulnya. Akhirnya baginda pun sampai ke tempat kedua bayi itu. Baginda mendapat keterangan dari ibunda di Kahiangan bahwa kedua bayi itu adalah kemenakannya. Ibunda memberinya dua macam wasiat, yaitu nama untuk kedua bayi kembar itu: Raden Gagak Karancang dan Raden Gagak Lumayung; dan untuk masing-masing sebuah senjata.
Setelah menemukan kedua bayi itu, yang sudah tumbuh dengan menakjubkan, Prabu Panggung Karaton menyerahkan nama dan senjata masing-masing, lalu diminta keduanya menolong ibunda. Kedua bayi itu segera membinasakan sang ular dan Agan Bungsu Rarang pun dihidupkan kembali oleh Prabu Panggung Karaton. Lalu dibawanya pulang ke Dayeuh Manggung. Sang Raja pun segera memerintahkan mengadakan pesta Negara untuk merayakan kehadiran mereka. Dan sejak itu mereka hidup bahagia selamanya.
